Alm. Pak Setiyono
“Entah kata-kata apa yang harus saya tulis kali ini. Saya masih tak percaya dengan apa yang terjadi. Rasanya terlalu cepat Bapak meninggalkan kami (murid-muridnya) dan keluarga untuk selama-lamanya.”
Itulah perasaan hati saya sebagai seseorang yang pernah menjadi muridnya selama kurang lebih tiga tahun lamanya. Beliau adalah figur guru yang sangat familiar dan sangat bersahabat dengan para murid-muridnya. Saya ingat ketika tahun 2008, saya duduk di bangku kelas XI IPS 2 di SMA Negeri 2 Denpasar (Resman) beliau adalah seorang guru ekonomi akuntansi dan untuk pertama kalinya beliau mengajar saya dan teman-teman yang ketika itu satu kelas berjumlah kurang lebih 45 orang. Cara mengajar beliau sangat santai dan ramah tapi murid-murid pun mengerti dengan materi yang diajarkannya. Saya termasuk murid yang suka dengan pelajaran akuntansi ketika itu. Sempat saya mewakili sekolah untuk lomba olimpiade akuntansi se-Denpasar dan beliau adalah salah satu pembimbing saya. Pribadi yang santai dan ramah sudah tercermin sejak pertama kali saya bertemu dengan beliau. Selama menjadi murid di Resman saya dan teman-teman sangat senang bila beliau yang mengajar karena itu tadi, cara beliau mengajar berbeda dengan guru yang lainnya. Bahkan untuk soal nilai pun beliau tidak pelit, selalu memberikan murid-muridnya nilai yang bagus. Beliau juga sering mendampingi tim sepakbola Resman ketika bertanding pada liga pelajar yang diselenggarakan di Bali dan saya termasuk pemain ketika itu mulai dari tahun 2006-2009. Jadi, intensitas saya bertemu dengan beliau cukup sering, di sekolah maupun di lapangan. Sempat beliau masuk rumah sakit, tepatnya di RSAD, sekitar tahun 2008, saya dan beberapa teman kelas menjenguk ke sana. “Wah, makasi sudah jenguk ya, Bapak ga apa-apa kok” kata-kata itu yang diucapkan beliau ketika saya dan teman-teman menjenguknya. Waktu itu beliau didampingi istri dan anak perempuannya. Jujur saja saya tidak terlalu mengenal istri dan anaknya, jadi saya kurang tahu nama mereka.
Tahun 2009 saya lulus dari Resman kemudian melanjutkan pendidikan di salah satu universitas yang ada di Bali. Sempat sesekali saya mengunjungi Resman setelah lulus untuk melepas kangen, bertemu dengan teman-teman ataupun guru-guru saya di sana dan saya sempat bertemu beliau. Jelas saja, keramahannya tetap dan tidak berubah. Tepat hari Selasa, 5 Juli 2011 (kemarin) sekitar jam 8 malam saya mendapat berita via bbm dari teman saya bahwa beliau (Pak Setiyono) masuk rumah sakit. Beliau diberitakan terkena stroke sehingga harus menjalani perawatan yang intensif. Saya langsung bertanya via bbm dan sms kepada teman-teman SMA yang tahu tentang berita itu hingga tahu pasti bahwa benar beliau masuk rumah sakit. Lalu di grup bbm, saya dan teman-teman berencana untuk menjenguk beliau keesokan harinya. Namun, beberapa saat kemudian saya mendapat bbm lagi dari teman saya, Echa, yang mengatakan bahwa beliau sudah tidak ada/meninggal. Sontak saya kaget. Perasaan saya (sebagai anak didiknya ketika SMA) sangat terpukul dan sedih. Jantung saya berdetak dengan kencang setelah membaca bbm itu. Masih tak percaya, saya mencoba bertanya kepada teman-teman yang lainnya. Belum sempat saya menulis pertanyaan saya, terlebih dahulu saya melihat status bbm mereka yang bertuliskan “RIP Pak Setiyono….” Dan status itu makin membuat jantung saya berdetak kencang. Perasaan saya langsung sedih, ingin melakukan apa-apa rasanya tidak enak dan tidak nyaman. Saya mencoba menenangkan diri tapi tetap berkomunikasi dengan teman-teman via bbm maupun lewat jejaring sosial (twitter). Lewat berita dari teman-teman, saya mendapat kabar bahwa beliau akan dimakamkan keesokan harinya. Akhirnya hari Rabu, 6 Juli 2011 saya bersama dengan dua orang teman (Itha dan Echa) pergi melayat ke rumah beliau (alm. Pak Setiyono) yang beralamat di Jalan Cekomaria BTN Kedua, Peguyangan. Terlihat suasana duka menyelimuti kediaman beliau. Tapi murid-muridnya hanya sedikit yang datang karena bertepatan dengan hari raya Galungan, jadi teman-teman yang beragama Hindu melakukan upacara persembahyangan. Saya bertemu teman-teman SMA dan kakak-kakak kelas di sana. Saya dan teman-teman memberikan penghormatan terakhir kepada beliau yang sudah terbungkus kain kafan dan ditutupi kain hijau juga, dengan berdiri menundukkan kepala dan memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Setelah itu sekitar jam 12.20 saya dan dua orang teman saya (Itha dan Echa) berpamit untuk pulang karena salah satu dari kami ada yang akan bekerja sehingga kami tidak bisa ikut pada prosesi pemakaman beliau. Saya menyalami istri beliau yang ketika itu mengenakan jilbab berwarna cokelat, dan ibu (istri alm. Pak Setiyono) orangnya sangat ramah. Tidak banyak yang bisa saya ceritakan lagi lewat tulisan ini. Bahkan ketika saya menulis ini, saya masih tidak percaya bahwa beliau telah tiada. Semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan kesabaran dan ketabahan.
“Selamat jalan, Pak. Terima kasih telah mendidik kami, telah menjadi guru dan teman bagi kami. Ilmu yang kau berikan sangat berguna buat kami. Kau adalah guru terbaik kami di Resman! Selamat beristirahat untuk selama-lamanya.”
Ytr
Rabu, 6 Juli 2011
Alm. Pak Setiyono semasa hidupnya adalah guru ekonomi akuntansi di SMA Negeri 2 Denpasar (Resman).
gambar ini saya dapat dari seorang teman yang menjenguk langsung ke rumah sakit sebelum beliau meninggal.
tempat peristirahatan terakhir Pak Setiyono. gambar ini juga saya dapat dari seorang teman yang hadir pada saat prosesi pemakaman di daerah Sidakarya, Denpasar.
Rabu, 06 Juli 2011
Minggu, 03 Juli 2011
cerita saya
Malam ini tidak ada hal penting yang harus dikerjakan jadi saya gunakan kesempatan ini untuk sekadar berbagi pengalaman saya. Suka atau tidak suka, saya akan tetap menceritakan pengalaman saya lewat tulisan di blog yang sederhana ini.
Jadi, saya punya hobi / kegemaran sejak SD yaitu sepakbola. Seingat saya saya mulai bermain sepakbola mulai kelas 3SD. Berawal dari bermain dengan bola plastik di halaman depan rumah, sampai di dalam rumah sekalipun! Kedengarannya agak sedikit aneh tapi itulah yang memang terjadi. Pernah suatu ketika saya bermain di dalam rumah, jadi bolanya itu menggunakan bola tenis dan gawangnya memakai piranti apa saja yang ada di dalam rumah yang bisa dimanfaatkan, misalnya ketika itu saya memakai kursi sebagai gawangnya. Bersama dengan kakak dan beberapa teman lainnya saya bermain sepakbola di dalam rumah, dengan catatan orang tua saya sedang berada di luar rumah (bekerja, pergi, dll). Hehehe… cukup seru juga. Nah, suatu ketika saya menendang bola begitu keras melambung ke atas mengenai jam dinding di ruang tengah lalu jatuh dan kacanya pecah berserakan. Tentu saja kami (saya dan kakak) langsung membersihkan pecahan kaca tersebut agar tidak diketahui orang tua kami. Saya agak sedikit nakal ketika itu, maklum namanya juga anak-anak. Heheee…
Seiring waktu berjalan, umur saya pun bertambah. Saya terus latian, latian, dan latian. SD, SMP, dan SMA olahraga saya pasti sepakbola! Bahkan sampai sekarang di bangku kuliah saya masih rutin latian dan mengikuti kompetisi-kompetisi sepakbola dan futsal yang diadakan di Bali. Ketika SMA, saya beberapa kali masuk tim Perseden U-18. Di periode kedua saya ikut tim membawa tim tersebut juara I region Bali kompetisi Piala Suratin dan pemenangnya akan di adu lagi di Lombok tapi ketika itu di tempat saya tinggal (Sanur) ada kompetisi bergengsi antarklub se-Sanur dan saya pun mengambil keputusan tidak ikut berangkat ke Lombok bersama kawan-kawan di Perseden. Saya lebih memilih membela klub saya di Sanur, Udiyana Putra. Di kompetisi pertama saya di Sanur, saya gagal membawa tim Udiyana Putra untuk lolos dari babak penyisihan. Dalam hati saya berkata “tahun depan saya janji, akan dicoba lagi! Pasti bisa!”. Usaha saya tidak sia-sia. Bersama dengan teman-teman di tim saya rutin menjalani latian di lapangan Grand Bali Beach (sekarang INNA GBB). Kompetisi kedua saya di Sanur Cup tahun 2009 dan singkat cerita saya dan teman-teman sukses membawa Udiyana Putra sampai di final. Ketika itu pertandingan puncaknya / final tidak dilaksanakan oleh panitia entah apa alasannya kami tidak tahu. Padahal suasana euphoria di lapangan Pica, Sanur (tempat diadakan Sanur Cup) sudah sangat ramai. Antusiasme penonton sangat bagus sekali, belum lagi para supporter fanatic dari tim yang akan bertanding. Jujur saya sempat merinding di tengah lapangan merasakan suasana yang begitu dahsyatnya. Ya merekalah masyarakat Sanur yang sangat menaruh apresiasi besar terhadap kompetisi bergengsi di desa yang elite ini. Saya sempat kecewa pertandingan final ditiadakan tapi apa boleh buat, protes pun tak berguna sampai panitia pelaksana memutuskan bahwa juara Sanur Cup 2009 ada dua (jadi juara I nya ada dua tim). Lucu dan aneh. Seumur-umur saya mengikuti kompetisi baru kali ini juara I nya ada dua tim. Ckckck…..
Eittss.. tapi rasa kekecewaan saya sedikit terobati karena saya berhasil menjadi top scorer / pencetak gol terbanyak di Sanur Cup 2009. Berkat usaha dan kerja sama tim yang solid, saya mengoleksi 11 gol. Mungkin jumlah tersebut belum terpecahkan sampai sekarang di Sanur Cup(setahu saya…). Bukan sumbar atau sombong tetapi saya BANGGA! Karena tidak semua anak se-usia saya bisa menjadi top scorer. Mendapat piagam, piala, uang dan tak hanya sebatas itu, ada nilai prestise / kebanggaan saat itu yang saya rasakan. Piagam dan piala dari YPS (Yayasan Pembangunan Sanur) selaku panitia pelaksana Sanur Cup masih terpajang di dinding dan pialanya di atas lemari di kamar saya. Kalau memandang kedua benda tersebut kadang saya masih merasakan rasa haru yang cukup dalam. Tidak sia-sia saya dulu bermain sepakbola di dalam rumah bahkan sampai memecahkan jam… hehee.. but no problem. Mungkin kalau waktu itu saya tidak memecahkan jam, gelar top scorer bisa saja tidak jatuh ke tangan saya (sing nyambung nah??...) heheheee… :P . intinya hal apapun yang kita lakukan, kalau itu memang hobi kita sejak kecil, tekuni hal tersebut. Mulai belajar dari hal-hal kecil terlebih dahulu maka ke depannya akan dapat kita rasakan hasilnya!
Salam!
Ytr
Sanur, 3 Juli 2011
11:29
PIAGAM KEBANGGAAN :)
PIALANYA JUGA :)
hehee...
bersama TIM UDIYANA PUTRA tahun 2009
Jadi, saya punya hobi / kegemaran sejak SD yaitu sepakbola. Seingat saya saya mulai bermain sepakbola mulai kelas 3SD. Berawal dari bermain dengan bola plastik di halaman depan rumah, sampai di dalam rumah sekalipun! Kedengarannya agak sedikit aneh tapi itulah yang memang terjadi. Pernah suatu ketika saya bermain di dalam rumah, jadi bolanya itu menggunakan bola tenis dan gawangnya memakai piranti apa saja yang ada di dalam rumah yang bisa dimanfaatkan, misalnya ketika itu saya memakai kursi sebagai gawangnya. Bersama dengan kakak dan beberapa teman lainnya saya bermain sepakbola di dalam rumah, dengan catatan orang tua saya sedang berada di luar rumah (bekerja, pergi, dll). Hehehe… cukup seru juga. Nah, suatu ketika saya menendang bola begitu keras melambung ke atas mengenai jam dinding di ruang tengah lalu jatuh dan kacanya pecah berserakan. Tentu saja kami (saya dan kakak) langsung membersihkan pecahan kaca tersebut agar tidak diketahui orang tua kami. Saya agak sedikit nakal ketika itu, maklum namanya juga anak-anak. Heheee…
Seiring waktu berjalan, umur saya pun bertambah. Saya terus latian, latian, dan latian. SD, SMP, dan SMA olahraga saya pasti sepakbola! Bahkan sampai sekarang di bangku kuliah saya masih rutin latian dan mengikuti kompetisi-kompetisi sepakbola dan futsal yang diadakan di Bali. Ketika SMA, saya beberapa kali masuk tim Perseden U-18. Di periode kedua saya ikut tim membawa tim tersebut juara I region Bali kompetisi Piala Suratin dan pemenangnya akan di adu lagi di Lombok tapi ketika itu di tempat saya tinggal (Sanur) ada kompetisi bergengsi antarklub se-Sanur dan saya pun mengambil keputusan tidak ikut berangkat ke Lombok bersama kawan-kawan di Perseden. Saya lebih memilih membela klub saya di Sanur, Udiyana Putra. Di kompetisi pertama saya di Sanur, saya gagal membawa tim Udiyana Putra untuk lolos dari babak penyisihan. Dalam hati saya berkata “tahun depan saya janji, akan dicoba lagi! Pasti bisa!”. Usaha saya tidak sia-sia. Bersama dengan teman-teman di tim saya rutin menjalani latian di lapangan Grand Bali Beach (sekarang INNA GBB). Kompetisi kedua saya di Sanur Cup tahun 2009 dan singkat cerita saya dan teman-teman sukses membawa Udiyana Putra sampai di final. Ketika itu pertandingan puncaknya / final tidak dilaksanakan oleh panitia entah apa alasannya kami tidak tahu. Padahal suasana euphoria di lapangan Pica, Sanur (tempat diadakan Sanur Cup) sudah sangat ramai. Antusiasme penonton sangat bagus sekali, belum lagi para supporter fanatic dari tim yang akan bertanding. Jujur saya sempat merinding di tengah lapangan merasakan suasana yang begitu dahsyatnya. Ya merekalah masyarakat Sanur yang sangat menaruh apresiasi besar terhadap kompetisi bergengsi di desa yang elite ini. Saya sempat kecewa pertandingan final ditiadakan tapi apa boleh buat, protes pun tak berguna sampai panitia pelaksana memutuskan bahwa juara Sanur Cup 2009 ada dua (jadi juara I nya ada dua tim). Lucu dan aneh. Seumur-umur saya mengikuti kompetisi baru kali ini juara I nya ada dua tim. Ckckck…..
Eittss.. tapi rasa kekecewaan saya sedikit terobati karena saya berhasil menjadi top scorer / pencetak gol terbanyak di Sanur Cup 2009. Berkat usaha dan kerja sama tim yang solid, saya mengoleksi 11 gol. Mungkin jumlah tersebut belum terpecahkan sampai sekarang di Sanur Cup(setahu saya…). Bukan sumbar atau sombong tetapi saya BANGGA! Karena tidak semua anak se-usia saya bisa menjadi top scorer. Mendapat piagam, piala, uang dan tak hanya sebatas itu, ada nilai prestise / kebanggaan saat itu yang saya rasakan. Piagam dan piala dari YPS (Yayasan Pembangunan Sanur) selaku panitia pelaksana Sanur Cup masih terpajang di dinding dan pialanya di atas lemari di kamar saya. Kalau memandang kedua benda tersebut kadang saya masih merasakan rasa haru yang cukup dalam. Tidak sia-sia saya dulu bermain sepakbola di dalam rumah bahkan sampai memecahkan jam… hehee.. but no problem. Mungkin kalau waktu itu saya tidak memecahkan jam, gelar top scorer bisa saja tidak jatuh ke tangan saya (sing nyambung nah??...) heheheee… :P . intinya hal apapun yang kita lakukan, kalau itu memang hobi kita sejak kecil, tekuni hal tersebut. Mulai belajar dari hal-hal kecil terlebih dahulu maka ke depannya akan dapat kita rasakan hasilnya!
Salam!
Ytr
Sanur, 3 Juli 2011
11:29
PIAGAM KEBANGGAAN :)
PIALANYA JUGA :)
hehee...
bersama TIM UDIYANA PUTRA tahun 2009
Sabtu, 02 Juli 2011
coretan tangan
di tempat itu aku berada
ketika senja tak lagi meraja
ombak pun terdengar dalam kesunyian semesta
dan permata terkubur dalam jiwa
ytr
2 Juli 2011
ketika senja tak lagi meraja
ombak pun terdengar dalam kesunyian semesta
dan permata terkubur dalam jiwa
ytr
2 Juli 2011
Langganan:
Postingan (Atom)